IMPLEMENTASI
METODE PEMBIASAAN DALAM PENDIDIKAN PENGEMBANGAN DIRI GUNA PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
ANAK
Pendidikan merupakan salah satu hal yang
penting dari pembangunan bangsa Indonesia, maka pendidikan mendapat perhatian
yang khusus.
Pendidikan
pada umumnya merupakan sarana untuk mengadakan perubahan secara mendasar,
karena membawa perubahan individu sampai ke akar-akarnya. Pendidikan akan
merobohkan tumpukan pasir jahiliah (kebodohan), membersihkan, kemudian
menggantikannya dengan bangunan nilai-nilai baru yang lebih baik, kokoh
(dewasa), dan bertanggung jawab. Hal
ini sejalan dalam Undang-Undang Pendidikan Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dijelaskan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1]
Maksudnya sebagai mana tujuan Pendidikan
Nasional yang menginginkan pembentukan kemampuan dan watak siswa sehingga dimasa
yang akan datang saat mereka dewasa dapat menjawab permasalahan-permasalahan
dikehidupan yang akan datang tentunya dengan tetap menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melihat dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia menginginkan generasi-generasi penerus
bangsa yang dapat memajukan bangsa, bermoral, dan tentunya bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dipertegas lagi pada tujuan pendidikan Nasional yang
menginginkan anak-anak bangsa memiliki kemampuan dan berwatak yang baik untuk
memajukan bangsa kita, demikian pula tujuan manusia, tujuan manusia ini sama
dengan tujuan pendidikan keduanya
menginginkan generasi penerus bangsa serta keturunannya menjadi baik dan
tentunya bermanfa’at.
Pendidikan Akhlak adalah pendidikan mengenai
dasar-dasar moral (akhlak) dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki
dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa hingga ia menjadi
mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan kehidupan. Tidak diragukan lagi bahwa
keutamaan-keutamaan moral, perangai dan tabiat merupakan salah satu buah iman
yang mendalam, dan perkembangan religius yang benar.[2]
Jika sejak masa kanak-kanaknya, anak tumbuh
berkembang dengan berpijak pada iman kepada Allah dan terdidik untuk takut,
ingat, bersandar, meminta pertolongan dan berserah diri pada-Nya, ia akan
memiliki potensi dan respon secara instingtif di dalam menerima setiap
keutamaaan dan kemuliaan, di samping terbiasa melakukan akhlak mulia. Sebab
benteng pertahanan religius yang berakar pada hati sanubarinya, kebiasaan
mengingat Allah yang telah dihayati
dalam dirinya dan instropeksi diri yang telah menguasai seluruh pikiran dan
perasaannya, telah memisahkan anak dari sifat-sifat negatif,
kebiasaan-kebiasaan dosa dan tradisi-tradisi jahiliah yang rusak.
Kenyataan yang
kita sudah ketahui bersama bahwa krisis multidimensi yang melanda bangsa dan
negara Indonesia saat ini bila dicari akar permasalahannya adalah bersumber
dari lemahnya pembangunan nation and character building (lemahnya
pembangunan watak dan mental).[3] Maraknya berbagai macam tindak kejahatan, tawuran antar pelajar
dan semakin banyaknya generasi muda yang terlibat dalam pemakaian obat-obatan
terlarang, merupakan indikasi kemerosotan akhlak atau kemerosotan moral. Oleh
karena itu, pembentukan karakter dan kepribadian anak sesuai dengan nilai
keagamaan dan nilai kemanusiaan menjadi sebuah kebutuhan dan keharusan.
Menurut Zakiah
Daradjat bahwa salah satu timbulnya krisis akhlak yang terjadi dalam masyarakat
adalah karena lemahnya pengawasan sehingga respon terhadap agama kurang.[4] Krisis akhlak tersebut mengindikasikan tentang kualitas pendidikan
yang seharusnya memberi nilai spiritual namun justru tidak memiliki kekuatan
karena kurangnya kesadaran.
Mengingat akan hal yang sudah dipaparkan
diatas maka setiap sekolah pastinya menginginkan siswa dan siswinya berperangai
yang baik serta terdidik dengan kualitas para muridnya yang baik, oleh sebab
itulah pada pengamatan sementara di lapangan penulis
melihat pada lembaga sekolah yang ingin diteliti tidak hanya memberi pendidikan formal saja
tetapi juga memberi pendidikan yang bersifat pengembangan diri berupa sebuah
pembiasaan kepada murid-muridnya.
Peranan guru sebagai pentransfer ilmu
sangatlah penting, seorang guru tidak hanya
memberikan pendidikan itu dalam bentuk materi-materi saja, tetapi lebih
dari itu harus dapat menyentuh sisi tauladannya. Sebab perilaku seorang gurulah
yang pertama-tama dilihat siswanya. Seorang guru selain memberikan pendidikan
yang bersifat materi pelajaran, juga harus memberikan contoh yang baik
dalam sosialisasi kehidupan. Bagaimana murid akan berperilaku sesuai dengan
yang diajarkan oleh gurunya, jika gurunya sendiri tidak pernah memberikan
contoh yang baik terhadap anak didiknya.[5]
Jelas sekali seorang guru sangat berperan penting
dalam dunia pendidikan apalagi pada pembentukan kepribadian anak didik,
khususnya pada pengembangan diri atau pembentukan karakter anak, ini juga harus
terimplimentasikan pada guru-guru yg mengajar disetiap lembaga sekolah, para pengajar
tentu dituntut biasa memberi contoh tauladan yang baik, mereka diharuskan menerapkan
sifat kasih sayang pada murid-muridnya sehingga ada timbul rasa dekat dan
nyaman yang dirasakan mereka, dan hal ini menjadikan anak didik disini merasa
nyaman dalam menerima pembelajaran yang diberikan serta menimbulkan kedekatan
biologis yang begitu erat antara pengajar dan yang diajar.
Dalam pembentukan kepribadian anak disini
juga memiliki banyak tahapan-tahapan tersendiri, dalam pembentukan ini
diperlukan pembimbing yang sangat berperan penting, dirumah pembimbing yang
utama adalah orangtua dan disekolah yang sangat berperan penting adalah guru.
Pengembangan diri yang dituntun akan
menjadikan acuan anak menjadi berkepribadian yang baik nantinya. Sebagai manusia yang diciptakan Tuhan dengan memiliki
derajat tertinggi diantara makhluk-makhluk hidup lainnya, ternyata manusia
memiliki potensi yang luar biasa untuk mengembangkan dirinya. Tapi seringkali
manusia tidak menyadari akan kemampuan yang luar biasa yang dimilikinya yang
telah diletakkan oleh Sang Pencipta sejak dari mulanya.
Upaya pengembangan diri sebenarnya merupakan proses
pembaruan, pembaruan yang dilakukan, meliputi empat dimensi yaitu:
pembaruan fisik, pembaruan spiritual, pembaruan mental, pembaruan sosial/mental
Dari penjelasan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
tercapainya generasi penerus bangsa yang mempunyai moral dan budi pekerti yang
baik, maka yang paling utama kita didik yaitu akhlak. Dalam mendidik bukan
hanya guru yang memberi pelajaran ke siswanya tetapi kata mendidik ini memiliki
banyak cara seperti yang sudah dijelaskan, mungkin bisa dengan pengembangan
diri seperti cara membiasakan anak didik dengan pembiasaan-pembiasaan yang baik,
dan ini akan memberi dampak kepada yang dididik menjadi terdidik dengan
melakukan pembiasaan-pembiasaan yang baik, tentunya dalam pengembangan diri ini
harus dalam pengawasan serta bimbingan.
Lembaga sekolah agar
kiranya menerapkan
pendidikan pengembangan diri khususnya dalam pembiasaan diri pada
murid-muridnya. Disamping itu untuk mencapai Quality Assurance (jaminan mutu)
lembaga harus melakukan
tahapan-tahapan dan menerapkan pembiasaan dalam pendidikan pengembangan diri
serta pemantauan yang intensif yang
dilakukan oleh dewan guru khususnya guru wali kelas dengan selalu
mengontrol dan membimbing anak didiknya dalam pendidikan pengembangan diri yang
diterapkan.
Pendidikan
pengembangan diri berupa sebuah pembiasaan pada anak didik bisa dilakukan sebelum memulai pelajaran dan dilaksanakan
dengan rutin serta diterapkan dengan kemampuan atau berdasarkan
dari kelas-kelas yang mereka duduki, jadi dalam pendidikan pengembangan diri
tersebut tidak ada unsur memaksakan anak didik, tidak memaksakan disini dapat diartikan sesuai dengan kemampuan
mereka.
[1]Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003,Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung:
Citra Umbara, 2003).
[2]Abdullah Nasih Ulwan,
Pedoman Pendidikan
Anak Dalam Islam I, terj., SyaifullahKamali dan Hery N. (Bandung: Asy Syifa, 1990).
[3]Haidar Putra
Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007).
[4] Zakiah
Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung).
[5]Cucu Lisnawati, PersepsiMasyarakat Terhadap
Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah-sekolah,Diakses 3 Mei 2015
dari: (http://infodiknas.com).
0 Comments