"KONSEP DASAR EVALUASI DALAM KURIKULUM 2013"
Disusun Oleh
Muhammad Miftah Arief
2015
KONSEP DASAR EVALUASI DALAM KURIKULUM 2013
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum
semua pengalaman belajar yang disdieakan bagi peserta didik di sekolah.
Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelakasana
pendidikan, guna mencapai tujuan pendidikan.
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan
teori dan praktek pendidikan. Setelah berjalannya kurikulum di sekolah maka
akan adanya evaluasi kurikulum pada akhirnya.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik
dalam penentuan kebuijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan
keputusan dalam kurikulum. Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan secara tegas,
hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Evaluasi kurikulum berkenaan dengan
fenomena-fenomena yang terus berubah.
2. Objek evaluasi kurikulum adalah
sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan.
3. Evaluasi kurikulum merupakan suatu
usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi
kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan
kurikulum. Hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis, dan
prosesnya berlangsung secara evolusioner.
Evaluasi juga meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari
yang bersifat sangat informal sampai dengan yang sangat formal. Pada tingkat
yang sangat informal evaluasi kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan atau
pendapat tentang perubahan-perubahan yang telah dicapai oleh program sekolah.
Pada tingkat yang lebih formal evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan dan
pencatatan data, sedangkan pada tingkat yang sangat formal berbentuk pengukuran
berbagai bentuk kemajuan ke arah tujuan yang telah ditentukan.
Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat
luas. Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar peserta
didik dan dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi
kurikulum dan kemampuan pendidik, kemampuan dan kemajuan peserta didik,
fasilitas dan sumber-sumber belajar dan lain-lain.
Luas dan sempitnya suatu program evaluasi kurikulum
sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Suatu evaluasi harus memiliki nilai dan
penilaian, punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat menyeluruh dan terus
menerus, berfungsi diagnostik dan terintegrasi.
A.
Evaluasi
Evaluasi
adalah kata kunci akhir untuk melihat hasil perencanaan, yang menjadi tolak
ukur kegagalan dan keberhasilan program atau kegiatan. Oleh karena itu, evaluasi
tidak bisa ditinggalkan. Ia merupakan suatu yang mutlak dilaksanakan untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan perencanaan.
Kata
evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation,
yang berarti penialaian atau penaksiran. Evaluasi adalah the process of delineating, obtaining, and
providing useful information for judging decision alternatives. Artinya, evaluasi
merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menajikan informasi yang
berguna merumuskan alternatif keputusan. Evaluasi sebagai a systematic process of determining the extent to which instructional
objective are achieved by pupils. Evaluasi bukan sekedar menilai aktivitas
secara sepontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai
sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tujuan yang
jelas.[1]
Mencermati
dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setiap kegiatan
evaluasi atau penilaian adalah suatu proses yang sengaja direncanakan untuk
medapatkan informasi atau data, dan dengan berdasarkan data tersebut kemudian
akan di coba untuk membuat suatu keputusan. Tentunya informasi atau data yang
di kumpulkan tersebut haruslah data yang sudah sesuai untuk mendukung tujuan
dari evaluasi yang telah di rencanakan tersebut.
B.
Kurikulum
Istilah
kurikulum pada awalnya digunakan pertama kali pada dunia olahraga pada zaman
yunani kuno yang berasal dari kata curir dan
curere. Pada waktu itu kurikulum
diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh pleh seorang pelari.[2] Juga dalam bahasa Prancis,
yaitu courier artinya berlari (to run). Kemudian istilah itu digunakan
untuk sejumlah courses atau mata
kuliah yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar dan ijasah.[3]
Dalam
dunia pendidikan, istilah kurikulum telah dikenal semenjak kurang lebih satu
abad yang lampau. Dalam kamus Webster pada tahun 1856, untuk pertama kalinya
digunakan istilah kurikulum, ada pula yang berpendapat bahwa tanggal dan tahun yang
pasti tentang awal penggunaan istilah kurikulum sukar dilacak, namun istilah
kurikulum diperkirakan telah dipergunakan telah dipergunakan semenjak tahun
1890 karena pada tahun itu, di Amerika Serikat diadakan pertemuan komisi utama
pendidikan yang membahas pengorganisasian kembali pendidikan, dan pada
pertemuan itu, masalah kurikulum diperdepatkan.[4]
Pemerintah
kemudian mendefinisikan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
UU No. 20 Tahun 2003), Pasal 1 angka (19).[5]
Melihat
dari beberapa penjelasan tentang kurikulum diatas maka dapat digaris besarkan
kurikulum dalam dunia pendidikan adalah perangkat mata pelajaran dan program
pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan
yang berisi di dalamnya rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta
pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata
pelajaran harus disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang
pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan
kerja. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah
dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh
C.
Konsep
Dasar Evaluasi Dalam Kurikulum 2013
Ada
tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran dan
penilaian. (tes, measurement, and
assessment). Tes merupakan salah satu cara menaksir besarnya kemampuan
seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhdap
stimulus atau pertanyaan. Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk
mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek.[6]
Pengukuran
(measurement) dapat didefinisikan
sebagai the process by information about
the attributes or characteristic of thing are determinied and differentiated.
Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau
karakteristinya menurut aturan tertentu.[7] Pengukuran adalah suatu
proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu. Kata “sesuatu” bisa
berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, white board, dan sebagainya.[8]
Penilaian
(assessment) memiliki makna yang
berbeda dengan evaluasi. The Task Group
on Assessment and Testing (TGAT) mendiskripsikan asesmen sebagai semua cara
yang digunaka untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok, dalam konteks
pendidikan asesmen sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan status
siswa berkenaan dengan berbagai kepentingsn pendidikan.[9] Processes that provide information about individual students, about
curricula or programs, about institutions, or about entire systems of
institutions.[10]
Melihat dari penjalasan diatas dapat
di katakana bahwa penilaian adalah sebagai peroses yang menyediakan informasi
tentang individu siswa, tentang kurikulum atau program, tentang institusi atau
segala sesuatu yang berkaitan dengan
sistem institusi, selain itu dapat disimpulkan bahwa assessment atau penilaian sebagai kegiatan mengumpulkan data hasil
pengukuran berdasarkan kriteria dan aturan-aturan yang sudah ditentukan
sehingga menjadi sebuah kesimpulan akhir atau bisa juga dikatakan penialain
adalah sebuah jalan untuk mentafsirkan data yang sudah ditemukan.
Evaluasi
memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes. Evaluasi
merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai
pertimbangan untuk menentukan haraga dan jasa (the worth ant merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi
dan dampak untuk membantu untuk membuat keputusan, membantu pertanggungjawaban
dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena.[11] Dari uraian di atas dapat
dipahami bahwa sebuah evaluasi mempunyai inti yaitu, penyediaan informasi yang
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan.
Jelas
sekali dari penilain dan evaluasi itu
berbeda namun sebenarnya juga ada persamaannya, bila dicermati lebih mendalam
maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa persamaan dari keduanya adalah mempunyai
pengertian menialai atau menetukan nilai sesuatu dan juga alat yang digunakan
untuk mengumpulkan datanya juga sama yaitu menggunakan tes. Sedangkan sebuah
perbedaannya terlihat jelas pada ranah ruang lingkup antara keduanya dan juga
pelaksanaannya. Ruang lingkup penilaian dapat dikatakan lebih sempit dan
kebiasaannya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja, seperti
misalnya prestasi belajar peserta didik, dalam pelaksanaannya juga biasanya
dilakukan dalam konteks internal yakni orang-orang yang menjadi bagian yang
terlibat dalam proses pembelajaran.
sedangkan evaluasi mempunyai ruang lingkup yang lebih luas, yaitu mencakup
semua komponen dalam sistem.
Komonen
dalam sistem yang dimaksud diatas mempunyai isi didalamnya, yaitu sebuah sistem
pendidikan, sistem kurikulum, sistem pembelajaran dan dapat dilakukan. Menurut
Zainal Arifin komponen dalam sistem tersebut dapat dilakukan tidak hanya pihak
internal (evaluasi internal) tetapi juga pihak eksternal (evaluasi eksternal),
seperti konsultan mengavaluasi sesuatu program atau kurikulum.[12]
Prinsip Penilaian Kurikulum 2013
Penilaian
dapat disebut sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar Peserta Didik (Permendikbud No. 66 Tahun
2013). Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis,
dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang
bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian dapat dilakukan selama
pembelajaran berlangsung (penilaian proses) dan setelah pembelajaran usai
dilaksanakan (penilaian hasil/produk).
Permendikbud
Nomor 66 tahun 2013 lebih lanjut menjelaskan bahwa Penilaian hasil belajar
peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut.[13]
1. Objektif,
berarti penilaian berbasis pada standard an tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
2. Terpadu,
berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan
kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
3. Ekonomis,
berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporannya.
4. Transparan,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengabilan keputusan
dapat diakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel,
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah
maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur dan hasilnya.
6. Edukatif,
berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Pendekatan Penilaian Kurikulum 2013
Ruang Lingkup Penialaian Kurikulum 2013
1. Sikap:
a. Observasi
b. Penilaian diri
c. Penilaian antar peserta didik
d. Jurnal
2. Pengetahuan:
a. Tes Tulis
b. Tes Lisan
c. Penugasan
3. Keterampilan:
a. Tes Praktek
b. Projek
c. Portofolio
Karakteristik penilaian kurikulum 2013
Dalam permendikbud nomor 81A tentang
implementasi kurikulum 2013, disebutkan beberapa karakteristik penilaian yang
harus diperhatikan guru yaitu:
1. Belajar
Tuntas
Untuk kompetensi pada kategori
pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), peserta didik tidak diperkenankan
mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan
prosedur yang benar dan hasil yang baik. Asumsi yang digunakan dalam belajar
tuntas adalah peserta didik dapat belajar apapun, hanya waktu yang dibutuhkan
yang berbeda. Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk
materi yang sama, dibandingkan peserta didik pada umumnya.[14]
Penilaian
ketuntasan belajar ditetapkan berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM)
dengan mempertimbangkan tiga komponen yang terkait dengan penyelenggaraan
pembelajaran. Ketiga komponen tersebut adalah (1) kompleksitas materi dan
kompetensi yang harus dikuasi, (2) daya dukung, dan (3) kemampuan awal peserta
didik (intake). Sekolah secara
bertahap dan berkelanjutan perlu menetapkan dan meningkatkan KKM untuk mencapai
ketuntasan ideal.[15]
2. Otentik
Otentik adalah suatau penilaian
belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia nyata yang memerlukan
berbagai macam pendeketan untuk memecahakan masalah yang memberikan kemungkinan
bahwa satu masalah bisa mempunya lebih dari satu macam pemacahan. Dalam suatu
proses pembelajaran, penilain otentik mengukur, memonitor, dan menilai semua
aspek hasil belajar (yang tercakup dalam dominan kognitif, dan psikomotorik),
baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun
berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama
proses pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas.[16]
Melihat dari uraian diatas tentang
penilaian otentik maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa penilaian otentik
harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai
cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap). Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang
diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat
dilakukan oleh peserta didik.
3. Berkesinambungan
Tujuannya adalah untuk mendapatkan
gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian
proses, dan berbagai jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, atau ulangan kenaikan kelas).
4. Berdasarkan
acuan kriteria
Pembuatan kriteria harus mengacu
pada ketentuan-ketentuan yang selama ini dinyatakan baik, baik dalam arti
efektif untuk keperluan penilain hasil belajar. Ketentuan-ketentuan itu antara
lain, (1) harus dirumuskan secara jelas, (2) singkat padat, (3) dapat diukur
dan karenanya harus dipergunakan kata-kata kerja oprasional, (4) manunjuk pada
tingkah laku hasil belajar, apa yang mesti dilakukan dan bagaimana kualitas
yang dituntut, dan (5) sebaiknya ditulis dalam bahasa yang dipahami oleh subjek
didik. Perumusan kriteria yang jelas dan oprasional akan memudahkan kita, para
guru, untuk melakukan kegiatan penilaian.[17]
Kemampuan peserta didik tidak
dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang
ditetapkan, misalnya ketuntasan minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan
masing-masing.
5. Menggunakan
teknik penilaian yang bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat
berupa tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, projek, pengamatan,
dan penilaian diri.
Teknik dan Instrument Penilaian
Kurikulum 2013
Penilaian
hasil belajar peserta didik dalam konteks kurikulum 2013 mencakup kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga
dapat digunakan untuk menentukan posisi relative setiap peserta didik terhadap
standar yang telah ditetapkan. Dalam Permendikbud No. 66 Tahun 2013 dinyatakan
bahwa cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata
pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses. Sejalan dengan cakupan
tersebut, teknik dan instrument yang digunakan untuk penialain kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan adalah sebagai berikut.
1. Penilaian
Kompetensi Sikap
Permendikbud
No. 66 tahun 2013 menjelaskan bahwa pendidik melakukan penilaian kompetensi
sikap melalui observasi, penilain diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik, dan
jurnal. Instrument yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan
penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau sekala penilaian (reting scale) yang disertai rubric, sedangkan
pada jurnal berupa catatan pendidik.[18]
a. Observasi
merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan
menggunakan indra, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi
sejumlah indicator perilaku yang diamati.
b. Penialain
diri merupakan teknik penilain dengan cara meminta peserta didik untuk
mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian
kompetensi. Instrument yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
c. Penilaian
antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan capa meminta peserta didik
untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrument yang
digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.
d. Jurnal
merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaiatan
dengan sikap dan perilaku.
2. Penilaian
Kometensi Pengetahuan
Permendikbud
No. 66 tahun 2013 menjelaskan bahwa pendidik menilai kompetensi pengetahuan
siswa melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Instrument tes tulis yang
bisa digunakan guru berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat,
benar-salah, menjodohkan, dan uraian yang dilengkapi pedoman penskoran;
instrument tes lisan berupa daftar pertanyaan; dan instrument penugasan berupa
pekerjaan rumah dan/atau proyek yang dikerjakan secara individu atau kelompok
sesuai dengan karakteristik tugas.[19]
Berkaitan
dengan tes penugasan khususnya penugasan berupa pekerjaan rumah perlu disadari
bahwa pemberian tugas pekerjaan rumah harus dilakukan atas beberapa prinsip
penting sebagai berikut.
a. Materi
yang digunakan dalam PR adalah materi yang benar-benar telah dikuasai oleh
siswa, bukan materi yang tidak selesai dikerja siswa di dalam kelas yang belum
diketahui mampu atau tidaknya siswa menguasai materi tersebut.
b. Jenis
tugas PR hendaknya mempertimbangkan tingkat kemempuan siswa sehingga tidak
semua siswa mendapatkan jenis tugas yang sama dengan tingkat kesulitan yang
sama. Ingat PR berfungsi sebagai pengayaan bukan sebagai sarana pembelajaran.
c. Tugas
dalam PR hendaknya tidak banyak menuntut keterlibatan orang tua untuk
mengerjakan.
d. PR
hendaknya benar-benar dibahas dan nilai bukan hanya ditandatangani pasca
dikerjakan oleh siswa.
e. Hasil
penilain tugas PR hendaknya tidak dijadikan satu-satunya alat ukur kompetensi
siswa karena proses pengerjaannya tidak diketahui secara pasti apakah
benar-benar hasil kerja anak atau bukan.
[2]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Cet; III, Jakarta: Prenada Media Group, 2010).
[5]Herry Widyastono, Pengembangan Kurikulum Di Era Otonomi Daerah
dari Kurikulum 2004, 2006, ke Kurikulum 2013, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014).
[6]Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran Panduan
Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik,, (Yogyakarata: Pustaka Belajar,
2009).
[8]Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur, (Cet; II, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2010).
[10] J.S. Stark & A. Thomas, Assessment and Program Evaluation, (Needham
Heights: Simon & Schuster Costom Publishing, 1994).
[13]Yunus Abidin, Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2014).
[14]Laman Pendidik & Tenaga
Kependidikan(PTK), Karakteristik Penilain
Pada Kurikulum 2013, http://semilirhati.blogspot.com/2013/11/karakteristik-penilaian-pada-kurikulum.html, diakses pada tanggal 26 April
2015 jam 22.05 WIB
[15]E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Cet; III, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2013).
[16]Yunus Abidin, Desain Sistem Pembelajaran.
(Sumber Gambar: https://www.google.co.id/search?q=KONSEP+DASAR+EVALUASI+DALAM+KURIKULUM+2013&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwizncfLnZnTAhWJr48KHaopCjgQ_AUICSgC&biw=1366&bih=662#imgrc=r86Lk56Af2zEsM:)
0 Comments