KONTRIBUSI ISLAM DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN

KONTRIBUSI ISLAM DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN


Disusun Oleh 

 MUHAMMAD MIFTAH ARIEF

                                      


2014


KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada Allah Swt karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan tulisan yang berjudul “ Kontribusi Islam Dalam Membangun Pendidikan.”
Dalam penulisan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tulisan ini, khususnya kepada : Bapak Dr. H. Fadil SJ, M. Ag  selaku dosen mata kuliah Studi Peradaban Islam yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan serta dorongan.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada tulisan ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga tulisan ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.

Batu,      Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A.    Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
C.     Tujuan Pembahasan ............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 4
A.    Khalifah Utsman bin Affan .................................................................................. 4
1.   Nasab Keturunan dan Kepribadian Utsman bin Affan .................................... 4
2.   Proses Pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan .......................................... 5
3.   Perluasan Islam pada Masa Utsman bin Affan................................................ 8
4.   Nepotisme pada Masa Utsman bin Affan........................................................ 10
5.   Pertentangan dan Perpecahan Umat................................................................. 10
B.     Khalifah Ali bin Abi Thalib.................................................................................. 12
            1.      Nasab Keturunan dan Kepribadian Ali bin Abi Thalib................................... 12
            2.      Proses Pengankatan Ali bin Abi Thalib.......................................................... 14
            3.      Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib..................................................................... 15
            4.      Pertentangan dan Perpecahan Umat............................................................... 16
            5.      Peristiwa Tahkim pada Masa Ali bin Abi Thalib............................................ 18
C.     Kemajuan Peradaban Pada Masa Khulafaur Rasyidin.......................................... 18

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 23
A.    Kesimpulan .......................................................................................................... 23
B.     Keritik dan Saran.................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Keimanan terhadap Islam sebagai sebuah manhajul hayah (sistem hidup) akan senantiasa membawa seorang muslim untuk kembali kepada ajaran agamanya. Segala permasalahan akan diupayakan untuk ditinjau dari “kaca mata” Islam. Dunia pendidikan, dalam hal ini, tidak terkecuali. Seorang guru atau tenaga pendidik muslim, sebelum dia berperan sebagai guru atau tenaga pendidik, dia adalah seorang muslim. Artinya, dia akan memenuhi panggilan hati nuraninya untuk senantiasa membawa misi Islam dalam kehidupannya. Dan misi Islam itu adalah rahmatan lil ’alamin.
Meletakkan wacana pendidikan dalam bingkai ajaran Islam, tentu juga bukan sesuatu yang aneh. Sebab, para Nabi dan Rasul ’Alaihimus Shalatu Was Salam sendiri, yang merupakan manusia-manusia figur keagamaan, adalah guru-guru kehidupan dan mereka adalah tokoh-tokoh pendidikan. Tugas pokok dan misi utama mereka adalah pendidikan dan pengajaran.
Di dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu Wata’ala mengabadikan doa Nabi Ibrahim:
QS. al-Baqarah: 129.
رَبَّنَا وَاَبْعَثْ فِيْهِمْ رَسلُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُواْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتِكَ وَيُعَلِمُهُمْ الْكِتَابَ وَالحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ العَزِيْزُ الحَكِيْمُ .
Artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”[1]
Ayat ini dalam konteks doa Ibrahim adalah untuk anak cucu putranya, yaitu Ismail ‘Alaihimus Salam. Lebih spesifik, ayat ini tentang penutup para nabi sekaligus Nabi termulia: Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam.
Dalam do’anya itu, Ibrahim merinci misi kenabian Rasulullah. Ia menyebut tiga strategi: membacakan, mengajarkan dan mensucikan. Tak pelak, ketiganya adalah tugas pendidik. Dan tidak salah bila dikatakan bahwa pendidikan adalah bagian integral dan tak terpisahkan dari ajaran Islam.
B.     Tujuan Penulisan
Jika dilihat secara historis, lahirnya Islam disertai dengan lahirnya revolusi pendidikan, hal ini bukan apologis bahwa ayat yang pertama turun adalah iqro’ (perintah membaca), kemudian disusul al-Muddatsir (perintah untuk bangkit).
Tuntutan agama Islam pada khususnya, sejak awal penyebarannya di dunia ini adalah mengajak dan mendorong umat manusia agar mau bekerja keras mencari kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat secara simultan antara etos kerja yang terintegrasi, yang satu sama lain saling berkaitan secara kontinu, termasuk etos ilmiah yang mendorong ke arah pengembangan ilmu pengetahuan. Rasulullah Saw., Sebagai suri teladan dan Rahmatan lil’alamin bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat dan kedatanagan hari kamat dan banyak menyebut Allah:[2]
QS. Al-ahzab: 21
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فَيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَ الْيَوْمَ الأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْراً
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi mu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.[3]
Itu merupakan pendidikan dan terutaa dalam pendidikan Islam. Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukan Rasulullah dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang luar biasa.[4]
Berdasarkan realitas ini, penulis akan memaparkan makalah yang berjudul kontribusi Islam dalam membangun pendidikan. Pembahasannya meliputi: Pandangan Islam terhadap pendidikan, pengertian pendidikan Islam, dasar-dasar pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, dan spesifik pembahasannya adalah kontribusi Islam dalam membangun Pendidikan melalui lembaga-lembaga pendidikan Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pandangan Islam Terhadap Pendidikan
Islam adalah agama yang haq dan diridhoi Allah SWT, diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW yang dipilih sebagai rasulNya yang terakhir. Kata Pendidikan ini juga dilekatkan kepada Islam dan telah di definisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan, yang banyak dipengaruhi pandangan dunia (weltanschauung) masing-masing. Namun pada dasarnya, semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam semacam kesimpulan awal; “Pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memnuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.[5] Ajaran atau petunjuk Allah Swt yang disebut agama Islam itu, terhimpun secara lengkap dan sempurna didalam Al Qur’an.
QS. Ali Imran: 138
هَذَا بَيَانٌ لِّلنّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ
Artinya: (Al Quran) Itu adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”[6]
Bagi umat Islam diakui bahwa pandangan hidup atau ideologi itu diridhoi Allah Swt sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bersifat duniawiah, termasuk juga dalam penyelenggaraan pendidikan. Akan tetapi dalam urusan duniawiah yang berhubungan dengan keselamatan di akhirat, umat Islam tidak dapat hanya menggantungkan diri pada pandangan hidup atau ideologi tersebut, yang mungkin sangat ampuh dalam mewujudkan keselamatan di dunia.
Sehubungan dengan itu berarti tidak perlu ada keraguan bagi umat Islam untuk mendasarkan dan melaksanakan pendidikan menurut ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Muhammad SAW.
Al-Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai petunjuk bagi manusia dan mengandung penjelasan-penjelasan atas petunjuk itu serta garis pemisahan antara yang hak dan batil.[7]
QS. Al-Baqarah: 185
ىشَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الْشَهْرَ فَلْيَصُمْهُ  وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أٌخَرَ يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوْا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِرُوا اللهَ عَلى مَا هَدَىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.
Artinya:“Pada bulan Ramadhan diturunkan di dalamnya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagai manusia dan mengandung penjelasan atas petunjuk itu serta berfungsi sebagai pembela antara hak dan batil.”[8]
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa al-Qur’an selain berfungsi sebagai sumber nilai yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan, juga dapat dijadikan sebagai sumber dalam melakukan tindakan pendidikan (metode pendidikan).[9] 
B.    Pendidikan Islam
      1.      Pengertian Pendidikan Islam
Menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.[10] Adapun menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[11] Pengertian pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.[12]
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.
Sedang pendidikan Islam menurut Ahmad D Marimba adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[13] Senada dengan pendapat diatas, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.[14] Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah ain yaitu terbentuknya kepribadian muslim.[15]
Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akherat. Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya. 
      2.      Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam yang dipakai oleh seluruh umat Islam didunia adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
a.    Al-Qur’an
Ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun adalah ayat yang disamping berkenaan dengan masalah keimanan juga masalah pendidikan. Allah berfirman :
(QS. Al ‘Alaq : 1-5)
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ . خَلَقَ الْإِنْسانَ مِنْ عَلَقٍ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ . الَّذِى عَلَّمَ بِالْقلَمْ . عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ . 
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
b.    As-Sunnah
Kaitannya dengan pendidikan, Rasulullah SAW mengatakan bahwa beliau adalah juru didik. Rasulullah SAW bersabda  yang artinya :
Barangsiapa yang menyembunyikan ilmunya maka Tuhan akan mengekangnya dengan kekang berapi.” (HR. Ibnu Majah)
      3.      Tujuan Pendidikan  Islam
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup.[16] Adapun tujuan pendidikan Islam ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan para ahli. Menurut Ahmadi, tujuan pendidikan Islam adalah sejalan dengan pendidikan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk Allah SWT yaitu semata-mata hanya beribadah kepada-Nya.[17]
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang artinya:
(QS. Adz-Dzariyat : 56)
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ 
Artinya: “Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku[18] 
Yusuf Amir Faisal merinci tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:
1.      Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdloh.
2. Membentuk manusia muslim disamping dapat melaksanakan ibadah mahdloh dapat juga melaksanakan ibadah muamalah dalam kedudukannya sebagai orang per-orang atau sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu.
3.      Membentuk warga negara yang bertanggungjawab pada Allah SWT sebagai pencipta-Nya.
4.    Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki masyarakat.
5.     Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama dan ilmu –ilmu Islam yang lainnya.[19]

C.    Kontribusi Islam Dalam Membangun Pendidikan Melalui Lembaga Pendidikan  Islam
      1.      Keluarga
Islam dalam membangun pendidikan dimulai dari Lembaga pendidikan keluarga.[20] Sebagaimana telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sabdanya:

كل مولوديولدعلىالفطرة وانماابواه يمجسانه اويهودانه اوينصرانه

Artinya: “Setiap anak dilahirkan ke dasar fitrah, maka sesungguhnya kedua orangtuanyalah yang menjadikan dia menjadi Majusi, Yahudi atau Nasrani.”
Dalam hal ini pula Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an:
(QS. At-Tahrim: 6) 
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَءَامَنُوْاْقُوْ أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَاراً عوَقُوْدُهَا الْنّاسُ وَالْحِجَارَةِ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاّيَعْصُوْنَ اللهُ مَـآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُوْن
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka[21]
      2.      Al-Kuttab
Munculnya lembaga Al-Kuttab dapat ditelusuri sampai kepada zaman Rosulullah SAW sendiri, Al-Kuttab berperan besar pada sejarah Islam ketika nabi memerintahkan para tawanan perang (Badar) yang dapat menulis dan membaca untuk mengajar sepuluh anak-anak Madinah bagi setiap orang tawanan. Pendidikan di kuttab pada awalnya lebih terfokus pada materi baca tulis sastra, syair arab, dan pembelajaran berhitung namun setelah datang Islam materinya ditambah dengan materi baca tulis Qur’an dan memahami hukum-hukum Islam.[22]
Menurut sejarah Islam, orang yang pertama-tama penduduk Mekah yang belajar menulis adalah Sufyan Bin Umayyah Abdus-Syamsyi dan Abi Qois Bin Abdi Manaf Bin Zaheah.  Dan yang mengajarkan menulis kepada kedua orang ini adalah Basyar Bin Abdul Malik yang pernah belajar menulis dari penduduk Hiroh.
Sejak abad kedua dan abad berikutnya Al-Kuttab berkembang lebih pesat. Dan Al-Kuttab yang terkenal di antaranya  adalah Kutab Abi Qosim Al Balchi Ya’kub menceritakan bahwa ada yayasan pendidikan yang memberikan pelajaran nahwu mempunyai tiga ribu murid. Sedang kurikulumnya berbeda-beda menurut daerahnya masing-masing. Peranan AlKuttab tetap besar dalam jiwa kita, dan besar pengaruhnya dalam sistim pendidikan Islam. Karena didalam Al-Kuttab itu berkumpullah anak-anak dari berbagai ragam lingkungan keluarga, baik yang kaya maupun yang miskin, sehingga tidak terjadi unsur- unsur pendidikan yang bersifat diskriminatif.[23]
Bahkan sebaliknya, prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi tercermin dalam sistim pendidikan itu.  Para ahli fikih tidak sama tingkat pengetahuannya tentang metode dasar dan langkah-langkah dalam mengajarkan Al-Qur’an.
      3.      Masjid
Masjid sebagai lembaga pendidikan Islam dapat  dikatakan sebagai madrasah yang berukuran besar yang pada masa permulaan sejarah Islam dan masa-masa selanjutnya adalah merupakan tempat menghimpun kekuatan umat Islam baik dari segi fisik maupun mentalnya. Masjid demokrasi di samping untuk tempat bersembahyang, dipergunakan juga untuk mendiskusikan dan mengkaji permasalahan dakwah Islamiah pada permulaan perkembangan Islam.
Mesjid merupakan pusat kegiayan Nabi Muhammad Saw bersama kaum muslimin, untuk secara bersama membina masyarakat baru, masyarakat yang limin, untuk secara bersama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat. Di mesjid itulah beliau bermusyawarah mengenaai berbagai urusan, mendirikan sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an mampu membacakan ayat-ayat yang baru diturunkan. Dengan demikian, mesjid itu merupakan pusat pendidikan dan pengajaran.[24]
Masjid Jami Al-Qurowiyyin merupakan salah satu sarana pengajaran Islam  yang lebih menekankan pada asas-asas demokrasi pendidikan Islam dan di sinilah muncul metode-metode baru dalam pengajaran dan langkah-langkah (tehnik-tehnik) mengajar, serta jawaban-jawaban guru besar, dan ijazah-ijazah doktor, majelis-majelis atau dewan pembina dan penyantun fakultas, serta tempat tinggal (pemukiman) bagi para dosen dan mahasiswa di kampus universitas.
      4.      Darul Hikam dan Darul Ilmi
Darul Hikam ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan peradaban pada masa kerajaan Abbasiyyah dan pada masa bangkitnya intelek yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh ilmu-ilmu pengetahuan. Tujuan utama dari mendirikan lembaga itu adalah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu pengetahuan asing. Pada waktu itu telah diterjemahkan kitab-kitab asing dalam bahasa Arab dan menghasilkan ulama-ulama yang terkenal di antaranya Al Khawarizmi sebagai ahli ilmu falak dan Abu Ja’far Muhammad sebagai ahli ilmu ukur dan manthiq.
Lembaga ini mirip dengan universitas dewasa ini, dalam pengertian di sana belajar segolongan pelajar dari bermacam-macam ilmu pengetahuan secara mendalam dan pikiran yang bebas. Adanya hubungan yang erat di antara perpustakaan dengan lembaga-lembaga ini merupakan faktor yang besar untuk mencapai tujuan ini. 
      5.      Madrasah
Madrasah sangat diperlukan keberadaannya sebagai tempat murid-murid menerima ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis. Sebab-sebab madrasah ini didirikan adalah karena masjid-masjid telah dipenuhi halaqah-halaqah dari para guru dan murid-murid yang semakin berdesakan sehingga mengganggu orang-orang yang sedang bersembahyang dari satu segi, dan dari segi lain ialah karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan setelah makin berkembangnya kegiatan penterjemahan buku-buku bahasa asing.[25]
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berfungsi menghubungkan sistem baru dengan sistem baru dengan jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik yang masih dapat dipertahankan dan mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu.[26]
Adapun yang menjadikan madrasah ini paling berfungsi ialah kelengkapan proses belajar mengajar yang dikenal dengan ruangan muhadarahnya beserta bangunan-bangunan pendukung lainnya.
      6.      Al-Khowanik, azzawaya
Ditinjau dari banyak segi, lembaga-lembaga ini lebih banyak menyerupai monastry dan hermitage, karena pelajar-pelajar mengasingkan diri mereka untuk belajar dan beribadat di lembaga-lembaga ini, sebagaimana biasanya disediakan untuk orang mistik atau orang tasawuf.
Adapun Azzawiyah menyerupai  khanqah dari segi tujuan. Akan tetapi Zawiyah ini lebih kecil dari khanqah dan dibangun untuk orang-orang tasawuf yang fakir supaya mereka dapat belajar dan beribadat. Contohnya salah satu raja dari Al-Mamalik membangun sebuah Zawiyah Al  Jumairoh pada abad ke- VIII M dan ditempatkan di dalamnya beberapa orang sufi yang fakir .Dan kadang-kadang pula Zawiyah itu didirikan untuk seorang syekh yang termasyhur yang bertugas untuk menyiarkan ilmu pengetahuan dan mengasingkan diri untuk beribadat. Pada umumnya Zawiyah itu dikenal dengan nama seorang Syekh yang terkenal dengan banyak ilmunya dan taqwanya.
      7.      Al-Bimaristan
Orang-orang Islam mendirikan Al-Bimaristan untuk mengobati orang-orang sakit dengan cara gratis dan untuk mempelajari ilmu kedokteran secara praktis. Menurut keterangan Al-Mariqzi orang yang mula-mula membangun Al-Bimaristan adalah Al Walid bin Abdul Malik pada tahun 88 H. Di antara Al-Bimaristan yang terkenal adalah Al Bimaristan Al Manshuri Al Kabir yang didirikan oleh Al Malik Al Manshuri.
      8.      Hala Qotub Dar dan Al-Ijtima’at Al-Ilmiyah
Salah satu ciri dari sistem pendidikan Islam ialah mudah dan elastis dan sebagai bukti ialah adanya Halaqatuddars dan Ijtima’at al Ilmiyah di mana-mana yang bertujuan untuk menyebarkan ilmu. Halaqah ini merupakan salah satu cara yang penting untuk menyebarkan ilmu pengetauan 
      9.      Duwarul Kutub
Berbicara tentang lembaga pendidikan dalam Islam,  sangatlah patut disebut  Duwarul Kutub (perpustakaan-perpustakaan) yang besar yang memegang peranan penting dalam mensukseskan tugas-tugas lembaga pendidikan tersebut dalam bentuk yang lebih sempurna, dan juga yang membantu berlangsungnya pelajaran, prestasi, penelitian perorangan serta memudahkan cara-cara memperoleh pendidikan bagi orang banyak.
Ibnu  Qufthi menjelaskan tentang adanya sebuah perpustakaan yang berisi buku-buku tentang ilmu ukur dan ilmu falak yang berjumlah 6500 buah, dan di sana juga terdapat di dalamnya dua buah bola bumi, sebuah di antaranya kepunyaan Bathleimus dan satu lagi kepunyaan Abul Hasan Al-As- Shufi,  keduanya berharga 3.000 dinar.
Yaqut dalam bukunya  Al-Mu’jam menjelaskan bahwa di Karkar di sekitar Al-Qansh terdapat sepetak tanah yang  berharga kepunyaan Ali Bin Yahya bin Al Munjim, yang  padanya didirikan sebuah istana yang besar  dan di dalamnya terdapat sebuah perpustakaan yang besar pula dan diberi nama “Khazanatul Hikmah”.
Perhatian orang-orang Islam tentang perpustakaan, terutama di  Spanyol tidaklah kurang perhatian mereka terhadapnya dari orang-orang Islam di bagian Timur waktu itu. Perpustakaan yang terkenal di Andalus adalah Khazanatul Hukmits Tsani yang mempunyai buku-buku  400.000 jilid.
Sebenarnya pendidikan Islam tidak mengenal syarat masuk untuk belajar di dalam suatu tingkat pendidikan, kecuali satu  yaitu ingin belajar dengan sungguh-sungguh, bagi orang yang haus akan ilmu pengetahuan.  Tidak dapat diingkari satu tujuan yang tettinggi dari demokrasi dan kebebasan, dan inilah yang belum tercapai di negeri kita, karena di sana masih banyak terdapat hambatan-hambatan keuangan, batas umur dan ijazah yang sering menghalangi kebanyakan orang untuk ikut serta dalam meninggikan kedudukan sesuatu masyarakat dengan memperoleh kesempatan belajar.[27]
      10.  Pesantren
Yang terakhir inilah lembaga pendidikan  yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yaitu lembaga pendidikan pesantren.  Dari segi historis, pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman, tetapi juga keaslian (indegenous) Indonesia : sebab lembaga serupa sudah terdapat pada masa kekuasaan Hindu-Budha, sedangkan Islam meneruskan dan mengislamkannya.[28]
Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat. Dengan demikian, pesantren artinya tempat para santri, sedangkan Sudjoko Prasodjo, “pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, dimana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. [29]
Pesantren berkembang dalam pranatanya yang khas selama berabad-abad sebagai lembaga Islam yang mandiri dan bebas dari pengaruh pendidikan Barat-Eropa. Dalam penyelenggaraannya  pesantren dijiwai oleh suasana sebagai berikut:
1.      Jiwa keikhlasan. Segenap aktivitas kehidupan di pesantren seperti kyai dalam mengajar, para santri dalam belajar, dan lurah (ketua santri) dalam membantu kyai, diniati untuk beribadah kepada Allah semata.
2.      Jiwa kesadaran. Sederhana mengandung unsur-unsur kekuatan dan ketabahan hati dalam menghadapi segala kesulitan.
3.      Jiwa kesanggupan menolong diri santri. Dengan jiwa ini santri belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, sementara pesantren sebagai lembaga pendidikan  juga tidak pernah menyadarkan kehidupannya kepada bantuan dan belas kasihan orang lain.
4.      Jiwa ukhuwah Islamiyah. Kehidupan di pesantren diliputi suasana persaudaran yang akrab, persatuan, dan gotong-royong, sehingga segala kesenangan dirasakan bersama dan segala kesulitan dapat di- atasi bersama.
5.      Jiwa bebas. Kebebasan terwujud dalam berfikir, berbuat, menentukan nasib sendiri, dan memilih jalan hidup di masyarakat.  Kebebasan di sini tetap berada dalam batas-batas kepemimpinan kyai, sehingga para santri tetap berada dalam arah dan tujuan pendidikan. Jiwa inilah yang membuat pesantren di masa lalu bebas terpengaruh kolonial dan mengisoler diri dari kehidupan barat yang dibawa oleh penjajah.[30]
D.    Konstribusi Studi Peradaban Islam Terhadap Pengembangan Keeilmuan PGMI
Melihat sejarah pendidikan Islam yang sangat begitu panjang dan penuh rintangan yang sangat luarbiasa, diatas merupakan hanya sebagian kecil saja disungguhkan dalam makalah ini. Tetapi diharapkan dengan sedikit sungguhan itu menyadarkan kita bahwa betapa luarbiasanya orang-orang pada zaman dahulu mempertahankan dan begitu semangatnya dalam menyebarkan keilmuan merek terutama dalam pendidikan Islam.
Dalam pendidikan Islam kita dapat dipastikan tidak bisa lepas dari tokoh yang sangat luar biasa dan dikenal sebagai Rahmatan lilalamin, yaitu Baginda Besar kita Rasulullah Saw. Beliau lah sangat berjasa yang diutus oleh Allah Swt untuk menyempurnakan segala akhlak manusia dengan ajaran Islam.
Dari pembelajaran selam perkuliahan dengan mata kuliah Studi Peradaban Islam ini sehingga, menambah pengetahuan penulis lebih jauh dan mendalam tentang sejarah Islam pada masa lampau, dan sejarah betapa besarnya keilmuan Islam pada zaman dahulu. Dengan berkembangnya zaman mengakibatkan merosotnya keilmuan Islam dengan sebab yang berbagai macam, yang mengakibatkannya redupnya sebuah keilmuan islam pada zamn sekarang.
Banyaknya ilmuan-ilmuan Barat yang terkenal pada zaman dulu dan sekarang sebenarnya kalo kita lihat sejarah yang lebih jauh, yang pertama Berjaya adalah Islam, Islamlah awal pencentus dari semua keilmuan, dan sekarang berbalik haluan hal itu semua dikuasai oleh Barat.
Patut kita lihat mengapa pada zaman keemasan itu, keilmuan Islam begitu pesat maju. Ternyata salah satu faktornya adalah tokoh-tokoh Islam pada zaman dulu sangat haus akan segala bentuk Ilmu, mereka sangat gigih mencari keilmuan sehingga ilmu itu sangat cepat berkembang, ilmu yang dituntut bukan hanya ilmu agama saja tetapi keduniaan pun mereka tuntut. Selain itu semangat yang timbul sangat besar dalam menuntutnya sehingga apapuan yang diinginkan untuk mengetahuinya pasti didapatkan. Tetapi keilmuan dunia yang didapatkan tentunya dengan dipadukan dengan ilmu agama, dan ilmu agama tersbut dituntun oleh Allah Swt dengan cara kitab suci yang diturunkan-Nya ke dunia yaitu Al-Qur’an.
Nabi Muhammad Saw merupakan utusan Allah Swt yang berperan dalam menyebarkan perintah Allah Swt melalui Al-Qur’an. Dan para sahabat mematuhinya dan menjadikan segala perbuatan Nabi sebagai ajaran yang patut ditiru, yang biasa kita kenal sekarang adalah Sunnah Nabi.
Dinamika profesi guru harus senantiasa mengalir mengikuti arus perkembangan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak merubah peradaban, gaya hidup serta pandangan hidup manusia. Gaya hidup materialis dan rasionalis telah banyak mengubah manusia, memandang banyak hal diukur dengan materi, demikian halnya teknologi telah banyak menggantikan fungsi kerja manusia. Hal ini juga berdampak padapenilaian terhadap guru. Guru seringkali dianggap sebagai profesi yang kurang bergengsi, atau guru hanya sekedar profesi yang berorientasi pada perolehan profil semata. Padahal sesungguhnya guru lebih banyak bersentuhan dengan unsur-unsur kemanusiaan dalam mendidik karena tugasnya tidak hanya menjadikan peserta didik bekerja dengan otak saja tetapi sebagai manusia seutuhnya yang memiliki jiwa dan raga.
Islam memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Ini merupakan realisasi Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari belajardan mengajar, yang belajar adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru, maka tidak boleh tidak Islam pasti memuliakan guru.[31]
Dari penjelasan diatas merupakan sebuah motivasi buat seorang guru, hendaknya calon-calon guru itu memiliki motivasi yang tinggi untuk mentransper keilmuannya kepada para anak didik, apalagi hal ini sangat dibutuhkan oleh para guru MI. Madrasah Ibtidaiyah merupakan jenjang awal sebuah pendidikan untuk anak didik, disini lah letak awal pembentukan kepribadian anak, psikologisnya. Bila seorang guru sangat bersemangat dalam memberi pembelajaran sehingga tujuan yang ingin dicapai akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Para calon guru MI hendaknya melihat semangat-semangat terdahulu para pendidik-pendidik dalam menyebarkan ajarn Islam, khususnya Nabi kita Muhammad Saw. Dengan melihat sejarah-sejarah peradaban Islam hendaknya ini membangkitkan sebuah motivasi kita para calon-calon guru dan para yang berprofesi guru dalam mengajar dan keikhlasannya dalam mengajarkan ilmu kepada para peserta didik.
Al-Ghazali mengatakan bahwa tugas pengajaran tidak cukup hanya mengandalkan kepandaian atau pemilikan otoritas ilmu tertentu saja, tetapi harus dibarengi dengan berbudi dan beriman sekaligus amalnya, yang perbuatannya sendiri dapat memberikan pengaruh pada jiwa anak didiknya. Dari pendapat al-Gazhali ini dapat dikatakan bahwa seorang guru hendaknya memiliki kecakapan atau keahlian tentang kependidikan dan kemuliaan akhlak serta keimanan yang benar.
Dari makalah diatas mengenai kontribusi Islam dalam membangun pendidikan, hendaknya membangun sebuah motivasi para calaon guru MI dan para guru-guru agar dalam membangun pendidikan dan mencetuskan generasi-generasi penerus yang akan datang saat mereka dapat menjawab permasalahan-permasalahan dikehidupan yang akan datang tentunya dengan tetap menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itulah guru harus dengan segenap jiwa dan motivasi yang tinggi dalam mendidik.
Sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional yang menginginkan pembentukan kemampuan dan pembentukan watak yang baik maka diperlukan beberapa instrumen untuk menuju keberhasilan Indonesia. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan manusia. Manusia menginginkan semua manusia, termasuk anak keturunannya, menjadi manusia yang baik.[32]
Melihat dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia menginginkan generasi-generasi penerus bangsa yang dapat memajukan bangsa, bermoral, dan tentunya bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dipertegas lagi pada tujuan pendidikan Nasional yang menginginkan anak-anak bangsa memiliki kemampuan dan berwatak yang baik untuk memajukan bangsa kita, demikian pula tujuan manusia, tujuan manusia ini sama dengan tujuan pendidikan keduanya  menginginkan generasi penerus bangsa serta keturunannya menjadi baik dan tentunya bermanfa’at.

BAB III
PENUTUP

       A.    Kesimpulan
Seperti yang telah kita ketahui di atas, kontribusi Islam dalam membangun pendidikan sangatlah besar. Islam mengawali dari Lembaga Pendidikan Keluarga. Pada dasarnya setiap anak menurut Islam dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka tergantung dari kedua orangtuanyalah yang menjadikan dia menjadi Majusi, Yahudi atau Nasrani.
Kemudian atas inisiatif  Rasulullah, muncullah Al-Kuttab sebagai sebuah lembaga yang berperan besar pada sejarah Islam. Selanjutnya Rasul mempergunakan Masjid di samping untuk tempat bersembahyang, juga untuk mendiskusikan dan mengkaji permasalahan dakwah Islamiah.
Pada masa kerajaan Abbasiyyah muncul Lembaga Pendidikan Darul Hikam. Lembaga ini didirikan pada saat bercampurnya bermacam-macam bangsa dan peradaban, dan pada masa bangkitnya intelek yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh ilmu-ilmu pengetahuan. Tujuan utama dari mendirikan lembaga ini adalah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu pengetahuan asing.
Pada masa-masa selanjutnya berdiri lembaga-lembaga pendidikan, diantaranya; Madarasah, Al-Khowanik-Azzawaya, Al-Bimaristan, Hala Qotub Dar dan Al-Ijtima’at Al-Ilmiyah, Duwarul Kutub, dan lembaga pendidikan yang sudah sangat kita kenal saat ini, yaitu Pesantren. Pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman, tetapi juga keaslian (indegenous) Indonesia.
Begitu besarnya kontribusi Islam dalam membangun pendidikan, sehingga saat ini kita bisa menikmati pendidikan Islam dalam perkuliahan ini.
A.    Kritik dan saran
Kami sebagai manusia yang ingin menjadi diri sendiri dan pribadi yang lebih baik menyadari akan kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri kami sebagai manusia biasa. Oleh karena itu kami berharap kepada semua pihak yang membaca makalah ini untuk memberikan sumbangsih berupa kritik dan saran bagi penulis demi menjadi diri yang lebih baik dan demi penyempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapa saja. Amin.



[1]QS. al-Baqarah, (2) : 129.
[2]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Cet. 4; Jakarta: Kencana, 2011).
[3]QS. Al-Ahzab (33), 21.
[4]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan.
[5]Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Mordinisasi di Tengah Tangan Milenium III, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012).
[6]QS. Ali Imran (3), 138.
[7]Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an, (Bandung: Alfabeta, 2009)
[8]QS. Al-Baqarah (2), 185.
[9]Syahidin, Menelusuri Metode.
[10]HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976).
[11]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : Al Ma’arif, 1989).
[12]Soegarda Poerbakawatja, et. Al,  Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981).
[13]Marimba, Pengantar Filsafat.
[14]HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).
[15]Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya media, 1992).
[16]Zuhairini, et. al. Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta : Bina Aksara, 1995) .
[17] Achmadi, Islam.
[18]QS. Adz-Dzariyat: 56.
[19]Yusuf Amir Faisal, Reorientasi pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
[20]Zuhairini, et. al. Filsafat pendidikan.
[21]QS. At-Tahrim : 6.
[22]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan.
[23]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan.
[24]amsul Nizar, Sejarah Pendidikan.
[25]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan.
[26]Muhammad Daud Ali, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995).
[27]Asma Hasan Fahmi,  Sejarah dan Filsafat Pendidikan  Islam,  (Jakarta:Bulan Bintang, 1979).
[28]Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan  Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999).
[29]Sudjoko Prasodjo, et al. Profil Pesantren, dalam Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001).
[30]Noer Aly, MA., Ilmu Pendidikan.
[31]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. 2.
[32]Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. ke-4.



Post a Comment

0 Comments